Latar Belakang
Salah satu sasaran penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas prima bagi masyarakat. Dalam mendukung percepatan pencapaian sasaran tersebut, Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan yang mengatur penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah. Tetapi dalam perkembangannya, keluhan terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan masih sering terjadi. Penilaian masyarakat menunjukkan bahwa pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah masih berbelit-belit, tidak transparan, tidak berkeadilan dan masih kental dengan isu-isu pungutan liar. Perilaku-perilaku tersebut dalam pelayanan publik disebut dengan maladministrasi. Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan prioritas dan arah kebijakan Pemerintah yang mendorong penyelenggaraan pelayanan publik oleh instansi pemerintah menjadi lebih cepat, sederhana dan murah. Oleh karenanya disamping melakukan digitalisasi pelayanan, semua unit penyelenggara pelayanan publik berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah dan menghilangkan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publiknya.
Pengertian dan Bentuk Maladministrasi
Maladministrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasukkelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Berdasarkan pengertian diatas maka perilaku yang dapat diidentifikasikan sebagai maladministrasi adalah memenuhi kondisi yaitu:
- perilaku/perbuatan yang dilakukan melawan hukum, melampaui wewenang,
- menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut,
- kelalaian/pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
- dilakukan oleh penyelenggaran negara dan pemerintah; dan
- berakibat adanya kerugian bagi material auupun immaterial.
Selanjutnya dalam Pasal 11 Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Ombudsman Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penerimaan, Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan ditetapkan 10 jenis bentuk maladministrasi yaitu sebagai berikut:
- penundaan berlarut, merupakan perbuatan mengulur waktu penyelesaian layanan atau memberikan layanan melebihi baku mutu waktu dari janji layanan;
- tidak memberikan pelayanan, merupakan perilaku mengabaikan tugas layanan sebagian atau keseluruhan kepada masyarakat yang berhak atas layanan tersebut;
- tidak kompeten, merupakan penyelenggara layanan yang memberikan layanan tidak sesuai dengan kompetensi;
- penyalahgunaan wewenang, merupakan perbuatan melampaui wewenang, melawan hukum, dan/atau penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari tujuan wewenang tersebut dalam proses Pelayanan Publik;
- penyimpangan prosedur, merupakan penyelenggaraan layanan publik yang tidak sesuai dengan alur/prosedur layanan;
- permintaan imbalan, merupakan permintaan imbalan dalam bentuk uang, jasa maupun barang secara melawan hukum atas layanan yang diberikan kepada pengguna layanan;
- tidak patut, merupakan perilaku yang tidak layak dan patut yang dilakukan oleh penyelenggara layanan publik dalam memberikan layanan yang baik kepada masyarakat pengguna layanan;
- berpihak, merupakan keberpihakan dalam penyelenggaraan layanaan publik yang memberikan
keuntungan dalam bentuk apapun kepada salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya atau melindungi kepentingan salah satu pihak tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya; - diskriminasi, merupakan pemberian layanan secara berbeda, perlakuan khusus atau tidak adil di antara sesama pengguna layanan; dan
- konflik kepentingan, merupakan penyelenggaraan layanan publik yang dipengaruhi karena adanya hubungan kelompok, golongan, suku atau hubungan kekeluargaan baik secara hubungan darah maupun karena hubungan perkawinan sehingga layanan yang diberikan tidak sebagaimana mestinya.
Upaya Mencegah dan Menghilangkan Maladministrasi
Terjadinya maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dipastikan akan membuat kualitas penyelenggaraan pelayanan publik menjadi tidak optimal. Ketidakpuasan akan meningkat sehingga public trust terhadap penyelenggara pelayanan publik menjadi lemah. Kondisi ini akan kontraproduktif dalam mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah karena tidak memiliki dukungan oleh publik. Oleh karenanya adalah sebuah keharusan untuk mencegah dan menghapuskan maladminsitrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Terdapat beberapa upaya yang perlu dilaksanakan oleh unit penyelenggaran pelayanan publik dalam upaya mencegah dan menghilangkan maladministrasi pelayanan publik. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
- membangun integritas yang kuat
Banyak kasus maladministrasi dalam pelayanan publik terjadi karena lemahnya integritas SDM Aparatur penyelenggara pelayanan publik. Mulai dari adanya upaya menunda-nunda penyelesaian pelayanan dengan alasan yang dicari-cari sampai terjadinya pungutan-pungutan liar atas pelayanan yang diberikan menunjukkan masih belum optimalnya integritas SDM Aparatur. Pameo “kalo bisa dipersulit kenapa dipermudah” harus dihilangkan dengan membangun integritas para penyelenggara pelayanan publik.
Sebagaimana diatur dalam PermenpanRB Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara, integritas diartikan sebagai konsistensi berperilaku yang selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi, dan jujur dalam hubungan dengan atasan, rekan kerja, bawahan langsung, dan pemangku kepentingan, serta mampu mendorong terciptanya budaya etika tinggi, bertanggung jawab atas tindakan atau keputusan beserta risiko yang menyertainya.
Lebih lanjut dalam PermenpanRB Nomor 60 Tahun 2020 dijelaskan bahwa integritas dibangun melalui perbaikan keyakinan individu dan perbaikan lingkungan kerja dan organisasi. Harus dipastikan bahwa setiap pegawai meyakini jati diri ASN adalah sebagai pelayan publik yang terus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Pelayanan yang diberikan adalah sebuah kebanggaan sebagaimana ditetapkan dalam employee branding ASN “#banggamelayanibangsa. Perbaikan lingkungan kerja untuk memperkuat integritas diantaranya adalah membangun komitmen seluruh pegawai melalui pakta integritas, digitalisasi pelayanan, pelaksanaan supervisi dan check and recheck pelaksanaan tugas serta penyusunan proses bisnis dan SOP.
- membangun budaya melayani
upaya berikutnya yang harus diwujudkan oleh terbangunnya budaya melayani. Perilaku-perilaku yang berbasiskan nilai berorientasi melayani terus dibangun dan dibiasakan sehingga terbangun antusiasme dan ketulusan dalam memberikan pelayanan. Perilaku sederhana seperti penerapan 3S (senyum, salam, sapa) di front office jarang mendapat perhatian, sehingga di awal masyarakat sudah merasa tidak mendapat perhatian. Dalam pedoman perilaku core values ASN “BerAKHLAK” untuk nilai berorientasi melayani disebutkan tiga perilaku yang perlu dibangun yaitu: 1) memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat; 2) ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan; 3) melakukan perbaikan tiada henti. Tiga pedoman perilaku tersebut dapat dibangunan melalui pembiasaaan perilaku seperti kebiasaan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas sehingga diketahui permasalahan dan solusi pemecahannya. Sikap tulus dan proaktif dengan sentuhan personal dalam memberikan pelayanan tentu akan dirasakan sebagai sebuah kedekatan oleh masyarakat pengguna layanan. Sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh … menunjukkan bahwa …% perilaku petugas layanan mempengaruhi loyalitas konsumen sehingga teridentifikasi sebagai faktor tertinggi dalam mempengaruhi kualitas pelayanan yang ditunjukkan oleh kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan.
- tingkatkan kompetensi SDM penyelenggara pelayanan publik.
kapabilitas penyelenggara pelayanan publik juga akan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam mencegah dan menghilangkan kasus maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pegawai dengan kompetensi yang baik tentu akan mampu memberikan pelayanan dengan cekatan dan mampu memberikan solusi-solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pengguna layanan. Petugas penyelenggara pelayanan publik yang rendah kompetensinya dapat menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik terhambat sehingga membuat masyarakat menjadi tidak puas.
Dalam unit penyelenggara pelayanan publik perlu dibangun antusiasme untuk belajar meningkatkan kompetensinya, sehingga organisasi menjadi learning organization yang terus memperbarui kompetensi dirinya ditengah dinamika perubahan yang sangat dinamis. Perilaku berbasis nilai kompeten dapat dibangun dari kebiasaan untuk sering melakukan sharing session dalam kemasan non formal dan diskusi kelompok kecil yang fokus. Di dalamnya diharapkan terjadi perilaku take and give informasi sehingga semua petugas memiliki kompetensi dan pemahaman yang sama dalam pelaksanaan tugasnya.
- tingkatkan pengawasan internal
Prinsip manajemen yang paling penting dalam menjamin terwujudnya kualitas yang diharapkan adalah pengawasan. Dalam setiap pelaksanaan upaya mencegah dan menghilangkan maladministrasi juga dibutuhkan penerapan pengawasan secara internal sehingga dapat memberikan jaminan tercapainya kinerja organisasi sesuai yang diharapkan. Pengawasan yang baik akan mampu menjadi early warning terhadap adanya potensi penyalahgunaan dan penyimpangan terhadap rencana yang telah ditetapkan.
Penutup
Maladministrasi merupakan hambatan terbesar dalam mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang prima (excellent service). Oleh karenanya perlu upaya yang serius dan berkelanjutan untuk memastikan maladministrasi bisa dihilangkan dan dicegah. Upaya ini membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh penyelenggara pelayanan publik.